Kasus yang melibatkan Sertu Riza Pahlivi terus mengundang perhatian publik setelah putusan Pengadilan Militer I-02 Medan yang menghukumnya dengan penjara selama 10 bulan. Keputusan ini dinilai tidak sebanding dengan tindakan kejam yang mengakibatkan kematian seorang pelajar berusia 15 tahun, MHS.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan telah mengambil langkah tegas dengan melaporkan majelis hakim yang memutuskan kasus tersebut kepada Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung. Langkah ini menunjukkan bahwa keadilan bagi korban dan keluarganya masih menjadi perhatian utama di tengah pandangan publik yang mempertanyakan integritas proses hukum.
Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, menegaskan bahwa putusan hakim tidak memenuhi rasa keadilan. Kasus ini merupakan contoh nyata bagaimana ketidakadilan dapat merugikan keluarga korban dan menyinggung rasa empati masyarakat.
Sikap Publik terhadap Putusan Hakim Militer yang Dipertanyakan
Reaksi masyarakat terhadap putusan yang dikeluarkan oleh majelis hakim sangat beragam, terutama dari kalangan keluarga korban. Lenny Damanik, ibu MHS, merasa sangat kecewa dengan hukuman ringan yang diberikan kepada terdakwa.
Ia mengekspresikan rasa sakit hatinya, merasa bahwa putusan tersebut tidak memberikan keadilan yang layak bagi anaknya. Sementara itu, aktivis hak asasi manusia juga mulai bersuara, mengingat perdamaian dan keadilan adalah aspek sangat vital dalam masyarakat.
Dalam pandangan publik, kasus ini tidak hanya mempertanyakan keadilan bagi MHS, tetapi juga menyentuh isu kepercayaan terhadap hukum dan instansi yang seharusnya melindungi warga negara dari tindakan kekerasan.
Kejanggalan yang Muncul dalam Proses Hukum
Berdasarkan kronologis yang disampaikan, jelas ada kejanggalan dalam putusan hakim. Irvan menyoroti bahwa dalam pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan tidak ada bekas luka pada tubuh korban, padahal bukti medis menunjukkan sebaliknya.
Bahkan, ada saksi yang mencatat bahwa korban mengalami luka-luka akibat penganiayaan. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai kualitas pertimbangan hukum yang diambil oleh majelis hakim.
Pentingnya keadilan dalam kasus ini menjadi sorotan, terutama karena perbuatan terdakwa melibatkan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Perlindungan Anak.
Potensi Pelanggaran Etika dan Integritas Hakim
LBH Medan menilai bahwa keputusan majelis hakim menunjukkan adanya pelanggaran kode etik yang patut dicurigai. Dirinya menyebutkan bahwa ada prosedur hukum yang dilanggar dalam penanganan perkara ini, yang dapat merusak kepercayaan publik kepada institusi hukum.
Pihak LBH Medan berencana untuk mengadukan dugaan ini kepada Komisi Yudisial dan Bawas Mahkamah Agung. Tindakan ini penting agar proses hukum di masa depan lebih transparan dan adil.
Masyarakat berharap bahwa tindakan tersebut dapat memicu perubahan dalam proses hukum, untuk memastikan setiap kasus ditangani secara objektif dan sesuai dengan norma yang berlaku.
