Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 18 November 2024 secara resmi mengesahkan rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi undang-undang. Pengesahan ini terjadi di tengah aksi demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa serta kritik tajam dari koalisi masyarakat sipil yang menentang proses tersebut.
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menegaskan bahwa proses pembahasan RKUHAP tidak terburu-buru. Ia berargumen bahwa pembahasan sudah berlangsung hampir setahun desde 6 November 2024, dan mengklaim sudah melibatkan banyak organisasi masyarakat dalam partisipasinya.
Klaim tersebut ditanggapi skeptis oleh berbagai elemen masyarakat. Koalisi Masyarakat Sipil bahkan melaporkan sebelas anggota Panitia Kerja RUU ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR, menuduh adanya pelanggaran kode etik dalam penyusunan undang-undang tersebut.
Proses Pembahasan RKUHAP Menuai Kontroversi
Proses penyusunan RKUHAP yang diklaim berpartisipasi publik justru dipandang sebaliknya oleh banyak pihak. Koalisi masyarakat menyatakan bahwa mereka merasa dicatut tanpa persetujuan dalam penyusunan RUU ini, yang seharusnya mengutamakan partisipasi masyarakat sebagai salah satu prinsip dalam demokrasi.
Pengesahan RKUHAP ini juga menghadapi penolakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan. Mereka menganggap bahwa substansi yang diusulkan tidak mencerminkan aspirasi masyarakat secara akurat.
Lebih dari itu, banyak pihak melihat tindakan terburu-buru ini sebagai langkah yang merugikan proses demokrasi. Keterlibatan masyarakat dalam diskusi terkait RKUHAP dianggap tidak optimal dan lebih bersifat formalitas belaka.
Poin-Poin Penting dalam RKUHAP yang Disahkan
Dengan pengesahan tersebut, ada 14 substansi utama yang dimasukkan dalam revisi KUHAP baru. Salah satunya adalah penyesuaian terhadap hukum acara pidana yang sejalan dengan KUHP baru, serta perbaikan terhadap kewenangan penyelidik, penyidik, dan penuntut.
Penguatan hak-hak tersangka dan terdakwa menjadi isu lain yang dibahas, termasuk upaya meningkatkan akses advokat terhadap klien mereka. Ini menunjukkan pentingnya memperkuat posisi semua pihak dalam proses hukum.
Aspek khusus lainnya juga ditunjukkan dengan adanya perhatian pada kelompok rentan sehubungan dengan perlindungan hak-hak mereka selama proses pengadilan. RKUHAP menyoroti pentingnya partisipasi mereka dalam pemberian kesaksian.
Keadilan Restoratif dan Hak-hak Korban
Salah satu substansi penting dalam RKUHAP adalah konsep keadilan restoratif yang memberikan kesempatan untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan. Hal ini diatur secara jelas dalam pasal yang mendefinisikan mekanisme tersebut.
Bukan hanya tersangka, tetapi hak-hak korban juga mendapatkan perhatian serius. Terdapat ketentuan baru mengenai kompensasi dan restitusi bagi korban tindak pidana, yang menjadi langkah signifikan dalam perlindungan hak-hak mereka.
Pengaturan ini diharapkan dapat memberikan keadilan yang lebih menyeluruh dan memperhatikan semua pihak yang terlibat dalam proses hukum, bukan hanya pelakunya saja.
Pemberlakuan KUHAP Baru dan Persiapan Regulasi Pendukung
KUHAP yang baru ini rencananya akan mulai berlaku pada tanggal 2 Januari 2026. Menteri Hukum menjelaskan bahwa perpaduan antara KUHAP dan KUHP sebagai dua kitab hukum yang disiapkan akan menciptakan sistem hukum yang lebih baik.
Seiring dengan pemberlakuan tersebut, pemerintah berkomitmen untuk menyiapkan aturan turunan yang diperlukan agar implementasi KUHAP dapat berjalan lancar. Diantisipasi bahwa sekitar 18 peraturan turunan perlu disusun sebelum tanggal aktifnya undang-undang ini.
Proses percepatan ini menjadi fokus utama, guna memastikan bahwa segala hal yang dibutuhkan untuk mendukung KUHAP baru dapat terpenuhi sebelum waktu yang ditetapkan.
