DPR RI dijadwalkan menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) pada Selasa mendatang. Pengesahan ini menandai langkah signifikan dalam pembaruan hukum acara pidana yang sudah berusia lebih dari empat dekade.
Wakil Ketua DPR, Cucun Ahmad Syamsurizal, mengungkapkan bahwa jadwal pengesahan RKUHAP telah ditetapkan setelah mendapat kesepakatan di tingkat satu pada 13 November lalu. Dia menyatakan bahwa RKUHAP telah dibahas dalam rapat pimpinan dengan baik.
Meski telah melalui proses pengesahan, perdebatan mengenai RKUHAP tetap hangat. Banyak pihak menganggap bahwa revisi ini sangat penting untuk menyesuaikan dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat saat ini.
Sejarah dan Perlunya Revisi RKUHAP dalam Konteks Indonesia
RKUHAP lahir dari kebutuhan untuk memperbarui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang sudah ada sejak tahun 1981. Usia 44 tahun dianggap terlalu lama untuk sebuah regulasi yang mengatur aspek penting dalam sistem peradilan pidana.
Pembaruan ini diharapkan dapat mengakomodasi berbagai perubahan sosial dan hukum yang telah terjadi selama beberapa dekade. Dalam konteks yang semakin kompleks, undang-undang yang ada perlu diperbaharui agar tetap relevan dan efektif.
RKUHAP juga diharapkan dapat mengatasi berbagai masalah yang ada dalam implementasi hukum saat ini, serta meningkatkan perlindungan hak-hak individu selama proses hukum. Penyesuaian ini tidak hanya penting dari segi hukum, tetapi juga vital untuk kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.
Isu-isu yang Muncul dalam Pembahasan RKUHAP
Proses pembahasan RKUHAP tidak berjalan mulus. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP menyuarakan penolakan terhadap rencana pengesahan tersebut. Mereka menganggap proses yang ditempuh cacat baik secara formil maupun materiil.
Kelompok ini melaporkan sebelas anggota Panitia Kerja RUU ke Mahkamah Kehormatan Dewan DPR atas dugaan pelanggaran kode etik dalam penyusunan undang-undang. Ini menunjukkan adanya keraguan terhadap transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi.
Penolakan ini didasari oleh klaim bahwa banyak elemen masyarakat tidak dilibatkan dalam pembahasan, sehingga hasilnya tidak mencerminkan kebutuhan dan harapan publik. Tuntutan untuk keterlibatan masyarakat dalam proses legislatif semakin mendesak di tengah prosedur yang ada.
Substansi Penting dalam Perubahan RKUHAP yang Diusulkan
Di antara substansi yang diusulkan dalam revisi RKUHAP, terdapat penyesuaian terhadap hukum acara pidana yang sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru. Ini penting untuk harmonisasi antara peraturan yang satu dengan lainnya.
Selain itu, ada penguatan hak-hak tersangka dan terdakwa yang dianggap sangat penting untuk menjamin keadilan dalam proses hukum. Hal ini termasuk perlindungan terhadap hak asasi manusia selama berlangsungnya proses peradilan.
Peningkatan peran advokat dalam sistem hukum juga menjadi salah satu fokus utama dari revisi ini. Penguatan posisi advokat diharapkan dapat memberikan dukungan yang lebih baik bagi mereka yang terjerat dalam masalah hukum.
