Di tengah keragaman budaya Indonesia, pertunjukan berbasis mitologi lokal menawarkan pesona yang mendalam. Salah satunya adalah pementasan yang terinspirasi dari mitologi Bali, berjudul “Hyang Ratih: Ode untuk Bulan, Perempuan, dan Semesta,” yang memberikan pengalaman menarik di Festival Musikal Indonesia.
Berlangsung di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, pementasan ini hadir dengan latar belakang kisah Kala Rau, sosok raksasa dalam mitologi Bali. Yang menarik, cerita ini menyoroti konflik yang terjadi ketika para dewa membagikan tirta keabadian, yang menjadi kunci dari daya tarik cerita tersebut.
Pertunjukan ini menghadirkan unsur tradisional yang kuat dengan pengolahaan musik dan koreografi yang mendalam. Pengalaman tersebut tidak hanya tentang menyampaikan cerita, tetapi lebih kepada interaksi dan interpretasi penonton terhadap mitologi yang dibawakan.
Menelusuri Narasi Mitos di Balik Pementasan
Narasi pementasan ini berfokus pada perjuangan Kala Rau yang berusaha mendapatkan tirta keabadian dengan menyamar sebagai dewa. Tindakan ini berujung pada penemuan Dewi Ratih, sang bulan, yang membuat para dewa marah dan berpuas hati atas keputusan untuk menghukum Kala Rau.
Dalam prosesnya, pemenggalan kepala Kala Rau karena keangkuhannya menjadi simbol dari akibat yang ditimbulkan oleh pencarian kekuatan. Cerita ini mengajak penonton untuk merenungkan kronologi keinginan dan hukuman dalam konteks moralitas.
Musik yang diolah oleh komposer menghidupkan emosi dan ketegangan dalam setiap adegan. Melodi yang dinamis pun menjadi pengantar yang membawa penonton merasakan setiap momen dari kisah yang mendebarkan ini.
Aspek Teknikal Pertunjukan yang Mengesankan
Bumi Bajra, sebagai penggagas pertunjukan ini, melakukan persiapan yang cukup singkat namun sangat intensif. Meskipun hanya memiliki waktu seminggu, mereka mampu menyajikan pementasan dengan kualitas yang memukau, berkat koordinasi tim yang solid dan kerja keras setiap anggota.
Pelatihan koreografi dan musikal dilakukan dalam waktu dekat, dengan latihan tersusun rapi yang menghasilkan harmoni antara penari dan penyanyi. Hal ini menunjukkan dedikasi tinggi untuk mencapai keberhasilan dalam setiap elemen pertunjukan.
Keberanian mereka dalam menafsirkan sebuah mitos menunjukkan bahwa pertunjukan ini bukan sekadar hiburan, melainkan juga sebuah karya seni yang dapat mendidik dan menginspirasi. Penonton diajak untuk terlibat dalam pengalaman yang lebih bermakna.
Kontribusi Karya Terhadap Budaya dan Identitas Lokal
Pementasan “Hyang Ratih” juga berfungsi sebagai pengingat akan pentingnya warisan budaya. Melalui penggalian mitologi Bali, pertunjukan ini meneguhkan identitas lokal yang kaya akan cerita dan nilai-nilai kehidupan. Tidak sekadar menonjolkan aspek hiburan, tapi juga mengedukasi para penonton tentang budaya mereka sendiri.
Penonton diberikan kebebasan untuk menafsirkan makna di balik kisah tersebut, dan hal ini menciptakan ruang dialog antara seni dan masyarakat. Bumi Bajra ingin mendorong penonton berpikir kritis terhadap makna yang terkandung dalam setiap elemen pertunjukan.
Dengan demikian, pementasan ini tidak hanya memberikan wawasan tentang budaya Bali, tetapi juga memperkaya pengalaman seni secara keseluruhan dalam konteks Indonesia. Inisiatif tersebut membuka jalan bagi kisah-kisah lainnya untuk dipentaskan dengan cara yang sama.
