Dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat, Badan Gizi Nasional (BGN) merencanakan pembangunan sebanyak 4.700 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah-daerah terpencil dalam waktu dekat. Langkah ini diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan gizi bagi populasi yang membutuhkan, khususnya di wilayah yang kurang terlayani.
Kepala BGN, Dadan Hindayana, menyampaikan bahwa rencana tersebut merupakan bagian dari program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun ribuan SPPG akan dibangun, layanan ini akan menyasar sekitar 10 juta penerima manfaat yang tersebar di berbagai daerah.
Program ini diharapkan dapat membuat akses gizi lebih mudah bagi orang-orang yang tinggal di daerah terpencil. Jika berhasil dilaksanakan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas gizi anak-anak dan mengurangi angka stunting yang masih menjadi masalah di Indonesia.
Pentingnya Pemenuhan Gizi di Daerah Terpencil untuk Anak-Anak
Salah satu tujuan utama dari pembangunan SPPG adalah untuk mengurangi angka stunting, terutama di daerah yang paling membutuhkan. Menurut laporan, sekitar 70 juta orang terdapat di daerah aglomerasi dan sub-urban yang menjadi fokus utama program ini. Dengan menyasar anak-anak yang lahir dari orang tua dengan pendidikan terbatas, langkah ini diharapkan dapat membuat perubahan signifikan dalam kesejahteraan anak-anak tersebut.
Data menunjukkan bahwa di Jawa Barat, rata-rata pendidikan orang tua hanya mencapai 8,8 tahun, sedangkan di Jawa Tengah dan Jawa Timur sedikit lebih rendah, masing-masing 8,01 dan 8,11 tahun. Ini memprihatinkan karena anak-anak tersebut lahir dari orang tua yang tingkat pendidikannya rendah, berpotensi meningkatkan risiko stunting dan masalah gizi lainnya.
Sebagai langkah konkret, BGN berencana untuk mengedukasi masyarakat di daerah tersebut mengenai pentingnya gizi dan cara memenuhinya. Dengan penyuluhan dan pelatihan, orang tua diharapkan dapat lebih memahami kebutuhan gizi anak-anak mereka.
Fokus Daerah dengan Kasus Stunting Tinggi
Dalam paparannya, Dadan mengungkapkan bahwa daerah-daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) menjadi wilayah dengan kasus stunting tertinggi. Meskipun masalah ini menyebar di berbagai daerah, secara kumulatif, kasus stunting terbanyak ditemukan di Pulau Jawa.
Di Jawa Barat sendiri, hampir 1 juta anak-anak terdeteksi mengalami stunting. Angka serupa juga terlihat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, di mana total sekitar 2 juta anak di tiga daerah ini mengalami masalah gizi. Permasalahan ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk bertindak lebih cepat dan efektif.
Selain pembangunan SPPG, pemerintah juga terus berlakukan program makan bergizi gratis (MBG) sebagai salah satu solusi untuk mengatasi kasus stunting. Ini diharapkan dapat menjadi jembatan menuju perbaikan status gizi anak-anak di daerah yang rawan mengalami masalah ini.
Anggaran dan Realisasi Program Gizi Masyarakat
Dalam program ini, Dadan menjelaskan bahwa total serapan anggaran untuk program makan bergizi gratis mencapai Rp28,1 triliun dari total anggaran Rp71 triliun yang direncanakan untuk tahun 2025. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pemenuhan gizi yang lebih baik.
Pencapaian serapan anggaran sebesar 39 persen dari budget menunjukkan adanya upaya nyata dalam mewujudkan program ini. Selain itu, ditambah dengan dana standby yang mencapai Rp28 triliun, pemerintah memiliki kemungkinan untuk memperluas program gizi ke lebih banyak daerah dan populasi.
Dengan meningkatnya alokasi anggaran, diharapkan pelaksanaan program dapat lebih cepat dan tepat sasaran. Masyarakat pun perlu dilibatkan dalam pengawasan dan pelaksanaan program-program ini untuk memastikan agar semua anak-anak mendapatkan akses gizi yang memadai.