Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, serta tiga orang terdakwa lainnya tengah menghadapi sidang perdana terkait dugaan penghasutan untuk melakukan tindakan anarkis. Kegiatan ini diduga berkaitan dengan demonstrasi yang berlangsung pada bulan Agustus lalu, dan dijadwalkan berlangsung pada 16 Desember 2025.
Tiga rekan terdakwa lainnya termasuk Muzaffar Salim, staf Lokataru Foundation, Syahdan Husein, yang berperan sebagai admin media sosial @gejayanmemanggil, dan Khariq Anhar, seorang mahasiswa Universitas Riau yang juga menjadi admin Aliansi Mahasiswa Menggugat.
Pihak pengadilan telah mengkonfirmasi bahwa sidang perdana ini akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kasus ini telah mencuri perhatian publik, mengingat banyaknya kontroversi seputar kebebasan berpendapat dan aksi demonstrasi di Indonesia.
Proses Hukum yang Akan Ditempuh Terdakwa dalam Kasus Ini
Kegiatan sidang perdana dijadwalkan berlangsung pada tanggal yang sama dengan beberapa proses hukum lainnya. Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Sunoto, menyatakan bahwa perkara ini telah teregistrasi dalam satu berkas dengan nomor: 742/Pid.Sus/2025/PN.Jkt.Pst.
Majelis hakim yang akan menyidangkan perkara ini terdiri dari ketua majelis Harika Nova Yeri, serta hakim anggota Sunoto dan Rosana Kesuma Hidayah. Mereka diharapkan dapat memberikan keputusan yang adil sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Mnenghadapi beberapa dakwaan yang serius, Delpedro dan ketiga terdakwa lainnya dituduh melanggar sejumlah pasal dalam Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ini menunjukkan bahwa proses hukum ini akan cukup rumit dan memerlukan perhatian yang mendalam dari publik.
Dasar Hukum dan Pasal yang Dikenakan kepada Terdakwa
Para terdakwa dihadapkan pada beberapa dakwaan yang merujuk pada berbagai pasal dalam undang-undang. Antara lain, mereka didakwa melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Tuduhan lain yang dihadapi mencakup Pasal 28 ayat 3 juncto Pasal 45A UU ITE, yang tidak kalah serius. Tingkat dakwaan yang beragam mencerminkan kompleksitas situasi hukum yang dihadapi oleh para terdakwa.
Mereka juga dituduh melakukan pelanggaran berdasarkan Pasal 160 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang berkaitan dengan menyebarkan berita bohong. Hal ini sangat relevan dalam konteks demonstrasi, di mana informasi dapat mengecoh publik.
Harapan dan Kontroversi Seputar Kasus Ini
Kasus ini telah menarik perhatian luas dan menimbulkan kontroversi dalam masyarakat. Banyak pihak berharap agar proses hukum berjalan transparan dan adil, demi memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.
Apalagi, kasus ini mencuat di tengah dinamika kebebasan berpendapat yang semakin menjadi sorotan. Diskusi mengenai hak berekspresi tetap menjadi perdebatan hangat di kalangan masyarakat dan kalangan hukum.
Reaksi publik juga cukup beragam, ada yang mendukung tindakan hukum yang diambil, tetapi tidak sedikit pula yang mempertanyakan motif di balik penuntutan ini. Kebebasan berpendapat dan hak atas demonstrasi sering kali berada di posisi yang saling bertentangan dalam masyarakat yang demokratis.
